Anda Pengunjung Ke:
Fashion

Sabtu, 01 September 2007

BATU TULIS JABRANTI

Kabupaten Kuningan menjadi salah satu icon sejarah dunia sejak terjadinya peristiwa ‘Perundingan Linggarjati’. Eksistensinya semakin kukuh ketika para pakar sejarah menemukan situs purbakala di Cipari pada tahun 1972. Situs purbakala yang ditemukan merupakan peninggalan zaman Megalitikum (batu besar), seperti menhir, dolmen, punden berundak, sarcophagus, kapak batu jenis beliung, gelang batu, dan peralatan batu lainnya. Upaya para pakar sejarah tidak berhenti sampai di situ, beberapa tahun kemudian ditemukan pula peninggalan zaman Megalitikum lainnya di 8 tempat, yaitu di Desa Cibuntu Kecamatan Pasawahan, Desa Patalagan Kecamatan Pancalang, Desa Rajadanu Kecamatan Japara, Desa Ragawacana Kecamatan Kramatmulya, Kelurahan Cirendang Kecamatan Kuningan, Pagerbarang Desa Citangtu Kecamatan Kuningan, Panawar Beas Kelurahan Cigugur Kecamatan Cigugur, dan Kelurahan Cigadung Kecamatan Cigugur (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Kuningan, 2003). Penemuan prasejarah yang cukup banyak di berbagai tempat ini oleh pakar sejarah Kuningan K. Rusman disebut dengan ‘Sebaran Megalitikum di Kabupaten Kuningan’.
Penemuan prasejarah yang mengagumkan di atas ternyata tidak terputus begitu saja. Pada tahun 1974-an Drs. Bejo, guru Sejarah SMAN 1 Kuningan, dan penduduk Dusun Banjaran Desa Jabranti Kecamatan Karangkancana berhasil menemukan batu tulis di Gunung Banjaran yang letaknya masuk ke dalam wilayah daerah Salem Provinsi Jawa Tengah. Penemuan batu tulis ini menunjukkan dimulainya peradaban zaman sejarah yang memasuki tahun Masehi. Dengan demikian bukti ini merupakan salah satu mata rantai sejarah yang jelas mulai zaman prasejarah Megalitikum sampai dengan zaman sejarah hingga kini.
Berdasarkan informasi yang ada, di tempat ditemukannya batu tulis tersebut ditemukan pula peninggalan prasejarah yang terkubur. Terungkapnya peninggalan tersebut bermula dari penemuan peta batu oleh Drs. Bejo. Setelah ditelusuri peta tersebut menunjukkan beberapa peninggalan prasejarah yang terkubur. Peninggalan tersebut berupa sarcophagus, kapak batu, peralatan pertanian dari batu, dan alat yang mirip dengan ‘balencong’ sekarang. Untuk menjaga keutuhan benda-benda tersebut, penemuan itu dikuburkan kembali. Sudah pasti tempat tersebut telah menjadi saksi sejarah di mana terjadinya pergantian masa dari zaman prasejarah menuju zaman sejarah.
Batu tulis yang ada di Gunung Banjaran jumlahnya ada 3, dari mulai tingginya kira-kira 45 cm hingga mencapai 167 cm. Masing-masing batu memiliki bentuk dan pictograph yang berbeda. Batu tulis terkecil mirip sebuah kerucut dengan pictograph yang sudah tidak jelas, berupa gambaran kehidupan manusia pada masa itu. Batu kedua bentuknya membulat dengan pictograph menyerupai peta. Batu ketiga tingginya hampir sama sekitar 167 cm dengan bentuk menjulang tinggi layaknya sebuah menhir. Batu ketiga ini letaknya di tepi jalan setapak yang mirip dengan gapura. Pictograph pada batu ketiga didominasi oleh dua ekor naga dan pemburu.
Bila dilihat dari pictograph yang mendominasinya, diduga batu tulis tersebut merupakan batas dari suatu daerah yang ada pada awal masehi. Daerah yang dimaksud kemungkinan daerah yang akan menjadi cikal bakal Kuningan yang pada waktu itu dipimpin oleh Prabu Seuweukarma. Saat itu agama Hindu dan Budha berkembang pesat dan banyak menceritakan kehadiran sang naga dan para punakawan pewayangan. Akan tetapi ada juga dugaan lain, yaitu adanya pengaruh agama Islam dari Cirebon yang mulai masuk ketika Kerajaan Luragung berjaya. Hal tersebut diperkuat dengan adanya guci air dari Cina yang berada tidak jauh dari lokasi tersebut. Penyebaran agama Islam di wilayah III Cirebon saat itu dibarengi dengan kedatangan Putri Ong Tin dari Campa.
Keterbatasan di atas diharapkan dapat disempurnakan lagi melalui penelitian lanjutan oleh para pakar sejarah dan ahli kimia agar diketahui pasti kapan batu tulis itu ada melalui uji karbon dan literatur. Pelapukan batuan yang nyata akan menjadi kendala pada penelitian selanjutnya. Oleh karena itu diharapkan sekali segera dilakukan penelitian agar terselamatkan aset sejarah bangsa yang sangat berharga.***
Penulis adalah guru SMAN 1 Cigugur dan Pembina KIR yang membimbing penelitian langsung ke Batu Tulis Banjaran.

Kebudayaan Gua Karangkancana

A. Kebudayaan Gua-gua di Indrahayu
Seperti yang telah diungkapkan di atas, bahwa kebudayaan adalah aktivitas dan hasil cipta manusia dengan akal-budinya. Dengan demikian kebudayaan gua-gua Indrahayu adalah segala bentuk kegiatan dan ciptaan msyarakat yang pernah dan ada di daerah Indrahayu. Maka kegiatan dan ciptaan manusia (masyarakat) yang pernah ada di sana pada masa sebelumnya termasuk ke dalam perkembangan kebudayaan daerah tersebut.
Berdasarkan indicator kebudayaan yang telah disebutkan di atas, maka kebudayaan Gua-gua Indrahayu tercakup dalam 2 bentuk perwujudan, yaitu (1) kegiatan masyarakat Indrahayu yang berhubungan dengan eksistensi gua-gua yang ada di sana dan (2) hasil karya masyarakat Indrahayu yang memiliki hubungan langsung dengan keberadaan gua-gua tersebut.
Adapun kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan eksistensi gua-gua di Indrahayu tiada lain daripada kehidupan keseharian masyarakat Indrahayu itu sendiri. Kehidupan mereka banyak tertumpu kepada pertanian, sehingga bisa disebut sebagai masyarakat agraris. Mereka adalah pemeluk Agama Islam yang taat. Masuknya Agama Islam telah lama tersiar di sana, sejak datangnya penyebar Agama Islam Embah Dalem Genggang ke tempat tersebut dan mendiami salah satu gua di sana. Dalam kehidupan mereka pun masih kuat dipengaruhi oleh cerita pewayangan dan gaib yang berhubungan dengan gua-gua yang ada di sana. Oleh karena itu perilaku mereka sebagian kecil ada yang meniru pola kehidupan pewayangan dan dunia gaib yang berbau Hindu-Budha.
Adapun kreasi yang tercipta di sekitar gua lebih banyak diwujudkan dalam bentuk ritual keagamaan. Sebagian dari mereka percaya akan adanya kekuatan gaib yang dimiliki gua-gua di sana. Di gua-gua yang berbau pewayangan sering dijumpai sisa-sisa upacara sacral dari para pengunjung gua yang memiliki maksud tertentu. Upacara yang mereka lakukan mirip dengan kepercayaan Agama Hindu dan Budha. Sebagian masyarakat setempat juga memanfaatkan hasil alam yang ada di sekitar gua. Di antara mereka ada yang memanfaatkannya untuk membuat kerajinan tangan dari batu karang, batu marmer, dan sedikit kerang-kerang laut yang ada di sana. Bila diteliti lebih jauh, sebenarnya gua-gua Indrahayu merupakan salah satu bukti peninggalan purbakala yang bersejarah. Di gua-gua yang terdapat di bukit Indrahayu ini banyak ditemukan karang, kerang, dan benda-benda laut lainnya. Sementara menurut pendapat ahli dikatakan bahwa antara Jawa Barat dan Jawa Tengah telah terdapat sebuah selat. Selat tersebut terjadi sekitar 3 juta tahun sebelum masehi dan terdapat di sepanjang daerah Kuningan timur yang mendekati daerah yang berbatasan dengan Jawa Tengah. Bukti lain yang mendukung adanya selat adalah adanya daerah Ciuyah di Kecamatan Ciwaru.
Eksistensi gua-gua Indrahayu yang potensial ini merupakan asset sejarah yang sangat berharga bagi kepariwisataan Kuningan. Bilamana gua-gua di Indrahayu dikembangkan lebih lanjut maka akan tercipta suatu daerah wisata baru yang sangat potensial dan memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Hal tersebut merupakan peluang berharga bagi Kuningan dalam upaya meningkatkan pendapatan daerahnya melalui bidang kepariwisataan.
Indrahayu merupakan salah satu kawasan yang berada di Desa Karangkancana Kecamatan Karangkancana kurang lebih 25 km sebelah timur kota Kuningan. Di tempat ini setidaknya telah ditemukan 10 gua alami, yang rata-rata berada pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut. Di dalam gua tersebut banyak dihiasi dengan batuan stalaktit dan stalakmit
1) Gua Karang Masigit
Letak gua ini berada di tengah-tengah pemukiman penduduk sebelah barat Indrahayu. Gua ini menghadap ke selatan dan memiliki lubang dengan ukuran kecil, berdiameter sekitar 1 meter. Letaknya dekat pohon besar yang berada di belakang salah satu rumah penduduk.
Menurut cerita setempat, gua ini merupakan tempat para pengagung kaum pandawa (kelompok lima bersaudara dalam pewayangan). Di tempat ini mereka membersihkan senjata-senjata sakti milik mereka.
2) Gua Kandang Hayam
Gua ini menghadap ke timur laut dan letaknya sebelah barat yang tidak jauh dari pemukiman penduduk. Ukurang gua tersebut di ukur dari mulutnya memiliki lebar mulut 2 m, tinggi gua 3.2 m, dan panjang ke dalam mencapai 20 m.
Menurut cerita penduduk setempat bahwa di gua ini sering terdengar suara ayam yang hendak mencari makan di kala pagi dan suara riuhnya ayam yang kembali ke kandang di kala sore. Hal itu terjadi mulai tahun 1960 hingga 1980-an. Oleh karena itu gua tersebut dinamakan Kandang Hayam.
3) Gua Arjuna Mintu Raga
Gua ini merupakan gua terbesar yang ditemukan di daerah tersebut. Gua ini menghadap ke arah tenggara dengan ukuran lebar mulut gua 4,5 m, tinggi 8 m, dan panjang ke dalam gua 22 m. Di tempat ini sering ditemukan beberapa jenis sesajen dan tempatnya.
Menurut cerita penduduk setempat, bahwa di gua ini Sang Adipati Arjuna (satria panengah Pandawa) melakukan tapa ketika dikejar musuh-musuhnya. Di tempat ini pula pada tahun 1970 hingga 1980-an sering dijumpai harimau dan ular (gaib) sang penunggu.
4) Gua Sumur / Embah Dalem Genggang
Gua ini letaknya di depan Gua Arjuna Mintu Raga. Hanya saja gua ini mirip sebuah sumur karena mulutnya menghadap ke atas. Gula ini memiliki diameter mulut sekitar 0,80 m dan kedalaman mencapai 30 m. Di dalam gua ini banyak dihuni kelelawar.
Menurut cerita setempat, bahwa di tempat inilah Embah Dalem Genggang asal Grage (Cirebon) bermukim. Diperkirakan bahwa dialah penyiar pertama Agama Islam di daerah tersebut.
5) Gua Karang Nangnengnong
Tempat ini tidak mirip layaknya gua, hanya saja tempat ini merupakan tempat cekungan batu karang di salah satu bukit Indrahayu. Tempat ini diperkirakan berada pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut dan menghadap ke timur laut. Tempat ini memiliki ukurang lebar 4 m, panjang 10 m, dan tinggi 2,1 m. di tempat ini banyak terdapat batuan stalaktit yang menggantung dari atap gua. Batuan tersebut bila kita pukul-pukul akan menimbulkan suara seperti gong dan gamelan lainnya. Hal itulah yang menjadikan tempat tersebut dinamakan Karang Nangnengnong.
Menurut cerita setempat, bahwa gua tersebut merupakan tempat pemukiman Nakula-Sadewa (kembaran dari keluarga Pandawa). Pada tahun 1970 hingga 1980-an dari tempat ini sering terdengah tabuhan gamelan wayang yang meriah di malam Jum’at Kliwon.
6) Gua Leutik
Gua ini letaknya di sebelah selatan Gua Karang Nangnengnong dan menghadap ke utara. Gua ini memiliki lebar mulut gua bagain bawah kurang lebih 1 m, lebar mulut gua bagian atas 40 cm, dengan tinggi 1,4 m, dan panjang ke dalam sebesar kurang lebih 12 m. satu meter ke dalam gua ruangannya sempit, tapi setelah melewati celah sempit di dalamnya memiliki ruangan yang besar. Ketika pertama kali ditemukan, gua ini memiliki sebuah arca naga dari batu yang berukuran sebesar kuda. Namun sayang, kini arca tersebut sudah lenyap.
Menurut cerita gua ini dulunya dihuni oleh seekor ular besar yang disebut Ambu Naga Runting atau Oray Sapda. Gua ini dikenal juga dengan gua racun ular.
7) Karang Nangtung
Tempat ini layak sebuah tebing di salah dari sebuah bukit. Letaknya di bagian atas Gua Leutik dan merupakan puncak dari bukit tersebut, sekitar 800 m di atas permukaan laut. Tebing ini posisinya tegak lurus (900) dari permukaan tanah. Tebing ini memiliki ketinggian kurang lebih 20 m dan panjang 16 m. Keadaan tempat ini sangat menarik bagi para pemanjat tebing karena bisa digunakan untuk olahraga panjat tebing.
8) Gua Patapaan Munding
Letak gua ini sekitar 200 m di sebelah barat daya Karang Nangtung dan merupakan daerah puncak bukit. Gua tersebut mirip dengan sebuah celah yang buntu. Mulut gua ini memiliki lebar kurang lebih 1m dan tinggi 5 m serta panjang ke dalam sekitar 10 m.
Dulu tempat ini sering dijadikan tempat bertapanya kerbau-kerbau aduan. Bilamana seekor kerbau ingin menjadi kerbau yang tangguh dan kuat, maka kerbau tersebut harus bertapa di sana agar dapat memenangkan suatu pertandingan adu jago.
9) Karang Luatan
Karang Luatan merupakan sebuah tempat di sebelah barat perkampungan penduduk Indrahayu yang berada di lereng bukit Indrahayu. Di Karang Luatan ini terdapat sebuah batu besar yang berukuran sebesar rumah tipe 21. Menurut ceritera bahwa di tempat itu telah terjadi pembunuhan sadis. Seorang yang memiliki jabatan Kabayan (pesuruh) dari desa tetangga dibunuh oleh majikannya dengan cara ditimpa dan dikubur batu tersebut.
10) Gua Landak
Gua ini belum pernah dimasuki manusia karena di gua tersebut menjadi sarang landak dan sejenisnya. Letak gua ini berada 7 m di sebelah kiri Gua Karang Nangnengnong.

Penulis adalah guru SMAN 1 Cigugur – Kab. Kuningan

Tinggalkan komentar anda :

 
AddMe - Search Engine Optimization