Anda Pengunjung Ke:
Fashion

Senin, 18 Januari 2010

Aku Cinta Kamu...

(kiriman seorang sahabat lewat fb, thanks kirimanya)

Berapa kali Anda mengucapkan kalimat itu kepada istri Anda dalam sehari? Saya jelas tidak bisa menebaknya. Tapi beberapa orang suami atau istri mungkin bertanya: perlukah kata itu diucapkan setiap hari? Apa yang mungkin ‘dilakukan’ kalimat itu, dalam hati seorang istri, bila itu diucapkan seorang suami, pada saat anak ketiganya menangis karena susunya habis? Ada juga anggapan seperti ini, kalimat itu hanya dibutuhkan oleh mereka yang romantis dan sedang jatuh cinta, dan itu biasanya ada sebelum atau pada awal-awal pernikahan. Setelah usia nikah memasuki tahun ketujuh, realita dan rutinitas serta perasaan bahwa kita sudah tua membuat kita tidak membutuhkannya lagi.

Saya juga hampir percaya bahwa romantika itu tidak akan akan bertahan di depan gelombang realitas atau bertahan untuk tetap berjalan bersama usia pernikahan. Tapi kemudian saya menemukan ada satu fitrah yang lekat kuat dalam din manusia bahwa sifat kekanak kanakan —dan tentu dengan segala kebutuhan psikologisnya—tidak akan pernah lenyap sama sekali dan kepribadian seseorang selama apapun usia memakan perasaannya. Kebutuhan anak-anak akan ungkapan ungkapan verbal yang sederhana dan lugas dan ekspresi rasa cinta itu sama-sama dibutuhkan dan tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa yang satu Iebih dibutuhkan dan yang lain.

Perasaan manusia selamanya fluktuatif. Demikian pula semua jenis emosi yang dianggap dalam perasaan kita. Kadar rasa cinta, benci, takut, senangdan semacamnya tidak akan pernah sama dari waktu ke waktu. Tetapi yang mungkin terasa sublim adalah bahwa fluktuasi perasaan itu sering tidak disadari dan tidak terungkap atau disadari tapi tidak terungkap.

Situasi ini kemudian mengantar kepada kenyataan lain. Bahwa setiap kita tidak akan pernah bisa mengetahui dengan pasti perasaan orang lain terhadap dirinya. kita mungkin bisa menangkap itu dan sorotan mata, gerak tubuh dan perlakuan umum, tapi detil perasaan itu tetap tidak tertangkap selama ia tidak diungkap seeara verbal.

Perlukah detail perasaan itu kita ketahui, kalau isyarat isyaratnya sudah terungkap? Mungkin ya mungkin tidak. Tapi yang pasti bahwa kita semua, dan waktu ke waktu, membutuhkan kepastian. Kepastian bahwa kita tidak salah memahami isyarat tersebut. Bukankah kepastian juga yang diminta Nabi Ibrahim ketika beliau ingin menghidupkan dan mematikan?

Dan suasana ketidakpastian itulah biasanya setan memasuki dunia hati kita. Karena salah satu misi besar setan, kata Ibnul Qoyyim al Jauziyyah adalah memisahkan orang yang saling mencintai “Dan mereka belajar dan keduanya sesuatu yang dengannya mereka dapat memisahkan seseorang dan pasangannya.” (QS.2:102)

Dari ‘bab’ inilah ungkapan verbal berupa kata menemukan maknanya. Bahkan sesungguhnya ada begitu banyak kekurangan dalam perbuatan yang beban psikologisnya dapat terkurangi dengan kata. Ketika Anda menolak seorang pengemis karena tidak memiliki sesuatu yang dapat Anda sedekahkan, itu tentu sakit bagi pengemis itu. Tapi Allah menyuruh kita ‘mengurangi’ beban sakit itu dengan kata yang baik. Bukankah “perkataan yang baik lebih baik dan sedekah yang disertai cacian?”

******

Selanjutnya, perhatikan riwayat berikut ini: Suatu ketika seorang sababat duduk bersama Rasulullah saw. Kemudian seorang sahabat yang lain berlalu di depan mereka. Sahabat yang duduk bersama Rasulullah saw. itu berkata kepada Rasulullah saw.

“Ya Rasulullah, sesungguhnya aku mencintai orang itu.

“Sudahkah engkau menyatakan cintamu padanya?” tanya Rasulullah saw.

“Belum, ya Rasululllah.” kata sahabat itu.

“Pergilah menemui orang itu dan katakan bahwa karena kamu mencintainya,” kata Rasulullah saw

Jika kepada sesama sahabat,saudara atau ikhwah rasa cinta harus diungkapkan secara verbal, dapatkah kita membayangkan, seperti apakah verbalnya ungkapan rasa cinta yang semestinya kita berikan kepada istri kita? Apakah makhluk yang satu itu, yang mendampingi kita lebih banyak dalam saat-saat lelah dan susah dibanding saat-saat suka dan lapang, tidak lebih berhak untuk mendengarkan ungkapan rasa cinta itu?

Sekarang simak kisah Aisyah berikut ini:

Aisyah seringkali bermanja-manja kepada Rasulullah SAW. karena hanya dialah satu—satunya istri beliau yang perawan. Tapi, suatu waktu Aisyah masih bertanya juga kepada Rasulullah saw:

Jika engkau turun di suatu lembah lalu engkau lihat di situ ada rumput yang telah dimakan —oleh gembala lain— dan ada rumput yang belum dimakan, di rumput ,manakah gembalamu engkau suruh makan?”

Maka Rasulullah saw. menjawab,

Tentulah pada rumput yang belum dimakan (gembala lain). (HR. Bukhari).

Apakah Aisyah tidak tahu bahwa Rasulullah saw. sangat dan sangat mencintainya? Tentu saja tahu. Bahkan sangat tahu. Tapi mengapa ia masih harus bertanya dengan ‘metafor’ seperti di atas, dengan menonjolkan keperawanannya sebagai kelebihan yang membuatnya berbeda dan istri-istri Rasulullah saw. lainnya?

Apakah ia ragu? Saya tidak yakin kalau itu dirasakan Aisyah. Ia—dalam konteks hadits tadi— rasanya hanya menginginkan kepastian lebih banyak, peneguhan lebih banyak. Karena kepastian itu, karena peneguhan itu, memberinya nuansa jiwa yang lain; semacam rasa puas — dari waktu ke waktu— bahwa ‘lebih’ dan istri-istri Rasulullah saw yang lain, bahwa ia lebih istimewa.

Di tengah kesulitan ekonomi seperti sekarang, tidak banyak di antara kita yang sanggup memenuhi kebutuhan-kebutuhan rumah tangga secara ideal. Dan dalam banyak hal kita mungkin perlu untuk lebih ‘tasamuh’ (Toleransi/lapang dada) dalam memandang hubungan ‘hak dan kewajiban’ yang sering kali menandai bentuk hubungan kita secara harfiah. Atau mungkin mengurangi efek psikologis yang ditumbuhkan oleh ketidakmampuan kita memenuhi semua kewajiban dengan ‘kata yang baik.

Anda mungkin sering melihat betapa lelahnya istri Anda menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah. Mulai dari memasak, mencuci sampai menjaga dan merawat anak. Kerja berat itu sering kali tidak disertai dengan sarana teknologi yang mungkin dapat memudahkannya. Setan apakah yang telah meyakinkan kita begitu rupa bahwa rnakhluk mulia yang bernama istri saya atau istriAnda tidak butuh ungkapan “I love,you” karena ia seorang ‘da’iyah’, karena ia seorang ‘mujahidah’ atau karena kita sudah sama-sama tahu, sama-sama paham, atau karena kita sudah sama-sama tua dan karenanya tidak cocok menggunakan cara ‘anak-anak muda’ menyatakan cinta? Setan apakah yang telah membuat kita begitu pelit untuk memberikan sesuatu yang manis walaupun itu hanya ungkapan kata? Setan apakah yang telah membuat kita begitu angkuh untuk mau merendah dan membuka rahasia hati kita yang sesungguhnya dan menyatakannya secara sederhana dan tanpa beban?

Tapi mungkin juga ada situasi begini. Anda mencintai istri Anda. Anda juga tidak terhambat oleh keangkuhan untuk menyatakannya berluang-ulang. Masalahnya hanya satu, Anda tidak biasa melakukan itu. Dan itu membuat Anda kaku.Jika Anda termasuk golongan ini, tulislah pula puisi S Djoko Damono ini dan berikanlah ia kepada istri Anda melalui putera atau puteri terakhir Anda.

Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana :
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana :
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Dikutip dari Buku “Biar Kuncupnya Mekar Jadi Bunga”
Oleh Muhammad Anis Matta (Direktur LPI Al Manar Jakarta)


Apa pendapatmu tentang orang-orang yang tak pernah kau jumpai samasekali, namun begitu matamu bertemu dengan paras mereka, jiwamu melonjak dan kau tahu entah di kehidupan mana, kalian pernah bersua dan hati kalian menyatu?

Apa pendapatmu tentang orang-orang yang dengannya engkau menjadi hangat, dan saat mendengar tawa dan suara mereka, engkau menemukan jalan pulang ke rumah?

Apa pendapatmu tentang mereka yang mampu membuatmu merasa nyaman, bukan oleh indahnya kata-kata maupun eloknya tingkah laku, melainkan tindakan sesederhana bertatap dalam hening dan bercakap ringan tanpa isi, namun jiwamu beriak menyambut gelombang yang ditangkap indera dengarmu?

Apa pendapatmu tentang mereka, yang entah dengan cara bagaimana, telah menciptakan percikan di hatimu sejak pertama bertemu, walau engkau berjumpa mereka dalam kondisi terburuk dimana jiwamu nyaris patah dan yang tersisa dari tampak luarmu hanya sebentuk kekacauan?

Apa pendapatmu tentang semua hal yang disebut jalinan jiwa, reaksi kimiawi, dan hati yang melebur harmonis, yang kau dapati ketika pandangan kalian bersua?

Apa pendapatmu tentang mereka yang sanggup merebut hatimu tanpa perlu berupaya, karena jiwa kalian telah mendahului menjemput dan memagut?

Apa pendapatmu tentang mereka yang kau tatap matanya, kau dengar suaranya, kau cermati lakunya, kau simak gelaknya, dan seketika menumbuhkan cinta di hatimu?

Apa pendapatmu tentang mereka yang selalu berhasil menabur sejuk di jiwamu, bahkan ketika engkau kerontang dan meranggas?

Apa pendapatmu tentang mereka yang dapat selalu kau percayai, bahkan ketika kau mengungkap rahasia-rahasia tergelap yang tak pernah berani kau bagi kepada dunia?

Apa pendapatmu tentang mereka yang tak ragu mengembangkan tangan untuk menyambutmu dalam pelukan tanpa banyak bertanya, karena mereka tak memerlukan penjelasan untuk bisa memahamimu?

Apa pendapatmu tentang mereka yang kau tahu akan selalu menyimpan cinta bagimu, dan tak pernah alpa menyediakan sebuah ruangan di hati khusus untukmu?

Apa pendapatmu tentang mereka yang tak membutuhkan kalimat-kalimat curhat untuk bisa memahami dan menerimamu tanpa syarat serta senantiasa siap mendukungmu, apapun jalan yang kau pilih?

Apa pendapatmu tentang mereka yang kehadirannya sanggup memunculkan permata dalam dirimu? Mereka cukup ada, tanpa banyak usaha, dan kau terpukau mendapati jiwamu mampu memancarkan cahaya lebih dari yang kau tahu.
Apa pendapatmu tentang mereka yang selalu membuatmu tersenyum damai tatkala mengingat wajah atau sekadar mendengar nama mereka disebut?

Mungkin… sahabat hati.

:-)
*Dipersembahkan untuk sahabat-sahabat tersayang, pelita yang selalu menerangi lubuk terdalam jiwa. Terima kasih telah menjadi mutiara pembingkai hati. Kalian tahu, kalian akan abadi. Dalam jiwa saya.

Tidak ada komentar:

Tinggalkan komentar anda :

 
AddMe - Search Engine Optimization