Anda Pengunjung Ke:
Fashion

Sabtu, 23 Januari 2010

KUMPULAN CERITA PENUH HIKMAH

(KIRIMAN USTD VICKY R,)

MENGAPA BERANGKAT DENGAN KERANDA....?

Malam itu kami semua yang berada di pondokan haji, mendapat informasi bahwa pesawat akan berangkat pukul 02.00 dini hari. Maka berbagai perasaan berkecamuk menjadi satu dalam pikiranku. Antara senang, haru, sedih, cemas. Tapi juga bersyukur. Karena, benar-benar aku akan berangkat menuju baitullah, yang sudah lama aku idam-idamkan selama puluhan tahun.

Setelah waktunya betul-betul tiba, kami semua yang tergabung dalam kloter dua, tepat pada pukul 01.30 dini hari masuk ke pesawat satu persatu.

Sungguh aku merasa ada sesuatu yang beda kalau dibandingkan dengan bepergian ke tempat lain. Meskipun sama-sama naik pesawat, jika pergi ke tempat lain suasana di dalam pesawat selalu ceria penuh sendau gurau dan tawa. Tetapi suasana di dalam pesawat kali ini sungguh berbeda. Semua jama'ah nampak serius. Di sana sini terdengar bisikan-bisikan do'a dari para jama'ah. Sehingga menambah suasana menjadi lebih ‘mencekam’.

Apalagi kondisi semacam itu terjadi pada malam hari, yang sunyi, yang jauh dari keramaian manusia pada umumnya. Kebetulan saat itu aku mendapat tempat duduk paling tepi, di dekat jendela. Sehingga aku bisa dengan leluasa melihat keluar jendela. Tak ada pemandangan lain kecuali kelap-kelipnya lampu bandara dan gelapnya langit tengah malam.

Setelah semua penumpang duduk sesuai dengan seatnya masing-masing, alhamdulillah tepat pukul 02.00 pesawat mulai bergerak. Berangkat menuju landasan pacu untuk terbang menuju tanah haram.

Satu lagi yang terasa nampak beda. Sejak pesawat bergerak pelan, berbelok arah untuk menuju landasan pacunya, semua yang ada di dalam pesawat terdiam bisu tak ada yang berbicara. Semua tertunduk dan terpaku. Masing-masing memandangi buku catatannya untuk berdo'a mohon perlindungan kepada Allah Swt. Karena Dialah Dzat Yang Maha Perkasa, yang menentukan hidup-mati manusia.

Aku melirik ke arah teman sebelahku. Aku memandang ke arah jamaah di depanku. Dan juga kucoba melihat orang-orang yang ada di belakangku. Semua membaca doa, bermunajat kepada Allah dengan begitu khusyuk.

Ketika semua orang membisu dalam kesepian, tiba-tiba terdengar suara menderu mesin pesawat. Maka pada saat yang bersamaan dengan suara menderu itu, kami rasakan pesawat mulai bergerak agak cepat dan akhirnya melesat naik ke angkasa yang gelap. Yang hitam, dan pekat.

Kembali aku melirik ke luar jendendela,..akh! Tak terlihat lagi kehidupan sekeliling kami. Semua yang ada di luar pesawat warnanya hitam. Seolah tak ada kehidupan lain. Selain kami yang ada di dalam pesawat... Betapa ngerinya...! Ternyata kami, para jamaah calon haji yang berjumlah sekitar lima ratusan orang tersebut, hidup ‘menyendiri’ diatas bumi yang tambah lama bertambah nampak kecil itu....subhaanallaah.

Tanpa terasa kupandangi keberadaan kami. Wajah setiap orang jamaah, perilaku mereka, juga semua benda dan interior yang ada di dalam pesawat. Ketika kuarahkan pandangku ke atap pesawat yang bentuknya memang agak lengkung, tiba-tiba pikiranku melayang pada sebuah benda atau kendaraan yang sering dipakai untuk mengangkut jenazah yang biasa aku saksikan di kampungku. Kendaraan istimewa yang di angkat oleh para pentakziah ketika menghantar jenazah ke pemakaman.

Kendaraan itu diangkat oleh sedikitnya empat orang. Itulah kendaraan para jenazah, yang ‘roda’nya terdiri dari manusia, yang dipakai untuk menghantarkan jasad manusia ke tempat kuburnya. Akh..! Agak merinding juga bulu kudukku. Di luar gelap sekali. Di dalam pesawat semua orang berdo'a. Deru suara pesawat, seolah suara jerit tangis anak manusia yang meraung-raung menghantarkan suatu proses pemakaman hamba Allah yang berjumlah ratusan orang yang berada di dalam sebuah keranda besar. Dan keranda itu kini melesat dengan cepat menuju ketinggian langit yang tak berujung pangkal. Membawa para calon jenazah yang berjumlah lima ratus orang lebih...

Tanpa kusadari aku teringat pada proses pemakaman salah satu tetanggaku. Ia meninggal sekitar satu bulan yang lalu. Seorang ibu yang meninggalkan tiga orang anaknya.

Masih teringat dalam benakku, ketika keranda sudah sampai di tepi liang kuburnya, masuklah tiga orang ke liang lahat untuk melakukan proses penguburan. Salah satu dari ketiga orang tersebut adalah anak kandung dari sang ibu yang meninggal tersebut.

Dengan wajah yang nampak sedih, sang anak pun mengubur jenazah ibunda dengan timbunan tanah dengan penuh hati-hati. Melihat ekspresi sang anak tersebut, seorang tetanggaku yang kebetulan berdiri di dekatku secara spontan berkata dengan setengah berbisik. Sebuah kalimat yang ditujukan pada dirinya sendiri. Dan kata-kata itu selalu kuingat dengan kuat.

Katanya :

"...ternyata beginilah akhir dari sebuah cerita hidup seseorang..." Aku tertegun dengan kata-kata yang bernada filosofis itu. Sebuah kalimat yang diucapkan secara spontan oleh orang-orang kampung, orang biasa yang notabene bukan seorang ulama, bukan pula seorang ustadz.

Tapi aku sungguh terpesona dengan kalimat itu. Setelah aku renungkan kata-kata itu, sungguh benar adanya...! Hidup adalah sebuah cerita yang unik, sejak manusia dalam buaian ibundanya, sampai kembalinya ia kepada pangkuan Sang Pencipta. Seluruh perjalanan hidupnya sangat menarik untuk direnungkan. Kalau kita cemati, ternyata semua persoalan yang terjadi dalam hidup ini hanyalah bunga-bunga hidup belaka. Dibalik semua persoalan dan kisah kehidupan itulah, tersimpan nilai mahal yang perlu kita renungkan makna hakikinya.

Ketika kita menyaksikan sebuah pemakaman, sebagai akhir dari perjalanan seseorang di dunia, akankah terpikir oleh kita...?

Mengapa kemarin kita kikir ?

Padahal yang kita kikirkan tidak lebih adalah harta yang tidak pernah dibawa pulang ke kampung keabadian. Ketika kita menyaksikan sebuah jenazah yang sudah tak berdaya semacam itu, kita pun akan merenung...

Mengapa ketika masih hidup kita pernah sombong kepada saudara kita lainnya? Padahal manusia tak memiliki apa-apa kecuali hanya sebuah tubuh terbujur kaku yang minta tolong bantuan orang lain untuk masuk ke peristirahatan terakhirnya...

Ketika kita menyaksikan proses pemakaman seperti itu, Mengapa pula kadang kita masih menyandarkan amal kebajikan kita pada orang lain?

Padahal ketika jenazah masuk ke liang kuburnya, banyak manusia di atas tanah pekuburan yang tak ambil peduli terhadap si fulan yang menghadap Sang Pencipta...

Tinggallah si fulan yang mempertanggungjawabkan segala perbuatannya secara sendiri. Tanpa bantuan orang lain lagi..

Akh...! Inilah akhir dari sebuah cerita kehidupan yang perlu untuk direnungkan...Sungguh tak pantas kita kikir, sungguh tak pantas kita sombong, sungguh tidak pada tempatnya kita merasa paling kuat, paling berkuasa, atau merasa banyak temannya... Karena di tanah itu, di rumah itu, di tempat itu, seseorang tidur sendiri, merana sendiri, menyesal sendiri, dan ia akan menanggung akibat dari perbuatannya ketika hidup di dunia. Penyesalan yang hebat pun tak ada gunanya lagi...

Di bagian akhir dari surat Yaasiin diceritakan betapa orang-orang kafir masih belum percaya bahwa nantinya mereka akan dibangkitkan, dan mereka akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.

QS. Yasin (36) : 78-82
Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?"

Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk, yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu." Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia.

Dan merekapun menyesal luar biasa, setelah mengetahui sendiri akibat dari perbuatannya, yang ternyata mereka akan memetik hasilnya. Penyesalan itu tergambar dengan jelas dalam surat al-mukminuun berikut ini.

QS. Al-Mukminuun (23) : 99 -100
(Demikianlah orang-orang kafir itu) hingga apabila telah datang kematian kepada salah seorang dari mereka, dia berkata :"Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal saleh yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka ada dinding (barzakh) sampai hari mereka dibangkitkan."

Ketika teman sebelahku menawarkan makanan ringan untukku, aku agak terkejut. Dan aku pun terbangun dari lamunanku yang cukup panjang tentang kematian.

Perjalanan di atas awan menuju tanah haram yang memakan waktu cukup lama itu, semakin menarik. Dalam perjalanan yang cukup melelahkan aku mendapat banyak pelajaran tentang hidup. Aku pun semakin bisa mengambil kesimpulan, bahwa semua yang dimiliki manusia ternyata menjadi tak ada artinya.

Harta, jabatan, ilmu, umur, anak, istri/suami, semua seperti tak ada nilainya lagi. Dan semua itu insya Allah akan menjadi bernilai dengan indah, hanya jika dikaitkan dengan Sang Maha Pengasih, Allah Swt.

Seorang hamba dalam perjalanan hidupnya, jika semakin bertambah mendekat kepada Allah Swt, semakin nampak betapa semua menjadi kecil. Yang besar hanya Dia. Yang nampak hanya Dia. Yang dekat hanya Dia...

Pesawat bergerak semakin meninggi. Semakin menjauhi kota Surabaya. Kulihat lampu-lampu bandara semakin tak kelihatan lagi. Bahkan lampu-lampu kota Surabaya yang begitu terang, yang jumlahnya sangat banyak itu semakin lama semakin sedikit, dan nampak semakin kecil, yang akhirnya hilang. Tak nampak lagi....

Allaahu akbar..!

Aku semakin tenggelam dalam pikiranku. Sekian ratus orang yang berada di dalam pesawat seolah kumpulan debu atau bahkan lebih kecil lagi. Dan kini sedang melayang di angkasa raya yang luasnya tak berbatas, dalam kegelapan malam... Akh, betapa kecilnya, dan betapa lemahnya diri manusia.

Arti dan keberadaan manusia terasa menjadi semakin kecil, ketika para jamaah melantunkan dzikirnya secara berulang-ulang. "...subhaanallaah, wal hamdulillaah, wa laa ilaaha ilallaahu, allaahu akbar..., " "...subhaanallaah, wal hamdulillaah, wa laa ilaaha ilallaahu, allaahu akbar..., " "...subhaanallaah, wal hamdulillaah, wa laa ilaaha ilallaahu, allaahu akbar..., "

Sebuah alunan yang terasa begitu indah. Merdu sekali. Menyentuh kalbu. Suasana ini tidak pernah kurasakan sebelumnya. Meskipun aku sering melakukan dzikir semacam itu. Keindahan alunan melodi itu terjadi dan tercipta secara harmoni. Walaupun secara spontanitas.

Hal itu dikarenakan penghayatan dan penjiwaan yang luar biasa dari hati para jamaah yang pasrah. Yang semakin merasa tak berdaya. Sungguh benar kata Rasulullah, bahwa orang yang paling pintar dalam hidupnya bukanlah orang yang punya ilmu pengetahuan yang tinggi, atau orang yang menguasai berbagai macam ilmu yang tak tertandingi. Tetapi orang yang paling pintar, kata Rasulullah adalah siapa saja di antara kalian yang sering ingat akan mati, dan selalu berusaha untuk mencari bekal sebanyak-banyaknya. Agar bisa bertemu dengan Dzat Yang Maha Tinggi dalam keadaan ridha dan diridhai.

Seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah saw,:"...Ya Rasul, siapakah orang yang paling pintar itu?..." Rasul tercinta menjawab :

" ...Aktsaruhum dzikran lil mauti wa asyad duhumusti' daadu lahu, ulaa ika humul akyaasu, dzahabuu bi syarafiddunya wa karaa matil aakhirah"

yaitu siapa saja di antaramu yang terbanyak mengingati mati, dan yang lebih keras mengadakan persediaan baginya. Mereka itulah orang-orang pintar. Yang pergi dengan kemuliaan dunia, dan sekaligus kehormatan akhirat.(HR. Ibnu Majah)

Sungguh sangat masuk akal, apa yang disampaikan Rasulullah itu. Dalam kondisi semacam itu, manusia tak punya pegangan lain kecuali berpegang pada tali Allah, sebagai satu-satunya Dzat Penentu hidup dan mati.

Mengapa mengingat mati lebih pintar dari yang lainnya? Sebab keadaan ketika mati mencerminkan sukses atau gagalnya seseorang dalam perjalanan hidupnya. Mati adalah ending kehidupan yang dapat dipakai sebagai ‘tanda’ apakah seseorang berhasil atau tidak dalam kehidupannya. Waktu dunia sangatlah pendek dibanding dengan waktu akhirat. Dan peristiwa mati adalah merupakan pintu masuk pada kehidupan yang sesungguhnya.

Yang aku rasakan pada saat seperti itu adalah: semua yang ada, yang selama ini kucari, ternyata bukanlah kepunyaanku. Semua yang kudapatkan selama hidup ini, ternyata bukanlah dalam kekuasaanku. Waktu yang kumiliki selama ini, ternyata begitu cepatnya berlalu.

Tiba-tiba saja aku dan juga mungkin semua orang akan merasa, bahwa waktu untuk hidup yang tersedia, hanya seperti satu hari saja. Kalau waktunya sudah tiba, umur empat puluh tahun, sungguh seperti satu hari saja. Bahkan umur tujuh puluh tahun, delapan puluh tahun atau bahkan lebih, juga hanya seperti satu hari saja....

Barulah aku mengerti mengapa Allah Swt, bersumpah Demi Waktu. Begitu pentingnya waktu yang disediakan Allah bagi manusia. Sayang, banyak sekali manusia tidak menyadarinya...

Dan keranda yang kami tumpangi pun terus melesat dengan cepat menuju tanah haram. Pesawat Boeing dengan kapasitas 540 orang itu ternyata tidak lebih dari sebuah titik yang lebih kecil dari sebutir debu yang melayang di angkasa raya yang luasnya tak terkira...

Ya Allah Ampunilah kami...

Kami baru menyadari betapa kecilnya diri manusia di alam semesta ini. Apalagi di hadapanMu Dzat Yang Maha Perkasa...

"...astaghfirullaahal adziim..., Subhaanallaah, wal hamdulillaah, wa laa ilaaha ilalaahu, allaahu akbar..."

Setiap kehidupan manusia, masing-masing kita tidak ada yang mengetahui kapan dan di mana berhentinya. Karena hidup adalah bagaikan garis lurus yang suatu saat akan menjumpai titik akhir.

Hanya saja setiap titik akhir dari kehidupan manusia, tak satu pun yang mengetahuinya. Tak satu pun yang mengetahui 'jadwal' keberangkatannya. Karenanya, setiap manusia haruslah selalu berjaga-jaga atasnya.

Menurut ilmu astronomi, alam kita ini melengkung. Baik yang ada di alam kecil (mikrokosmos), maupun yang ada pada alam besar (makrokosmos). Bahkan permukaan bumi, planet-planet lain, bulan, matahari atau pun alam semesta raya. Semua melengkung, dan membentuk lintasan-lintasan yang berbentuk ellips.

Maka, kita pun kini berada di dalam keranda super raksasa yang terus mengembang, dan meninggi membawa peradaban manusia menuju titik akhir zaman. Pada titik itulah setiap manusia akan dimintai pertanggungan jawabannya atas segala perbuatan ketika hidup di dunia. Sungguh, tak ada yang bebas dari kematian. Karena kematian itu sendiri adalah bagian dari kisah perjalanan anak manusia menuju al-Khalik Yang Maha Tinggi.

Perjalanan manusia dari alam ruh, beralih masuk ke alam rahim. Dari alam rahim ibunda melalui proses kelahiran beralih masuk ke alam dunia. Dari alam dunia melalui proses maut atau proses kematian beralih masuk ke alam barzah. Dari alam barzah, melalui proses kebangkitan manusia akan beralih masuk pada kehidupan akhirat. Dan akhirnya semua makhluk akan kembali kepada Ilahi rabbi, Dzat Sang Penguasa seluruh alam di hari kemudian nanti.

QS. An-Nisaa' (4) :78
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)': Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?

Tentang mati ini, sering kali banyak orang yang lupa. Sehingga malaikat Jibril pernah berpesan kepada rasulullah saw. Dengan maksud agar disampaikan kepada kita semuanya.

Hiduplah semau-mu, tetapi ingatlah bahwa suatu saat engkau mati...

Berbuatlah semau-mu, tetapi ingatlah bahwa perbuatan apapun yang engkau lakukan akan dibalas sesuai dengan yang engkau lakukan itu...

Cintailah segala yang engkau cintai, tetapi ingatlah bahwa suatu saat engkau akan mengucapkan selamat berpisah dengannya...

================================

DUKUN PALING AMPUH (Mau Mencobanya?)

Saya pernah dapat nasihat dari seorang teman........
dukun yang paling Ampuh didunia ini adalah IBUMU,
coba kamu sekarang datangi ibumu....... minta do'a sama dia
lalu beri ia uang......... niscaya uang itu bakal kembali minimal sama
maksimal berpuluh kali lipat..........
cuma sayang kita kadang tidak menyadari hal itu...........
sayapun saat itu sepertinya baru sadar......
betul juga apa yang ia katakan.........

saya coba buktikan
esoknya sayapun pergi ke ATM
saya ambil uang tidak banyak hanya Rp 400.000
saya datangi ibu ....... saya berikan uang itu

berapa hari kemudian saya mendapat telp dari seorang teman lama
ternyata dia memberikan order pesanan barang.
dan setelah hitung hitung........... keuntungannya sama dengan
yang saya berikan ke ibu....... Rp400.000,-
subhanallah........ nasihat temanku ternyata tidak meleset.

Dengan keikhlasan tenyata Allah membalas tidak hanya nanti di Akhirat
tetapi pembayaranya kontan diberikan di dunia.
Kadang kita tidak sadar......... kalau kita bersedekah kita cari fakir miskin
yang jauh padahal oarngtua kita mungkin masih membutuhkan.

Dalam Al- Qur'an pun (maaf ayatnya lupa) dijelaskan tahapan prioritas kita untuk memberi
1. Orang tua
2. Saudara
3. Tetangga
4. Fakir miskin

Cuma kita kadang terbalik fakir miskin yang jauh kita cari........ orang tua, saudara bahkan
tetangga kesusahan kita tidak tahu........
Alangkah indahnya Islam .........alangkah indahnya hidup ini kalau kita dapat mengamalkannya

============================

SAAT ENGKAU MEMANGGILKU

Saat semalam hendak menonton acara disebuah stasius televisi yang menampilkan sebuah acara yang membangkitkan/memotivasi seseorang untuk selalu berfikir positif. Saat acara itu hendak dimulai saat itu pula azan berkumandang yang berasal dari masjid di seberang rumah.

Awalnya aku masih menonton pembukaan acara tersebut, namun kuping rasanya menangkap dengan jelas suara muazin mengumandangkan azan sholat Isya. Dan disaat itu pula hati selalu menjawab seruan sang muazin.

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar

Setiap mendengarkan suara muazin hati menjawab “Allahu Akbar”, “Allah Maha Besar”. Saat itu mulai ada perasaan risih karena masih menonton acara pembukaan yang dimulai dengan sebuah lagu yang cukup terkenal pada masanya.

Asshadu ala ilaha ilallah, hati kembali menjawab seruan itu “Asshadu ala ilaha ilallah”, “aku bersaksi bahwa tiada tuhan Allah. Dua kali aku menjawab seruan itu dan saat itu sudah tidak konsen, karena hati bilang lagi “mana buktinya kamu bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Allah?”. Deeeeg….

Ashadu anna Muhammadurasulallah, dua kali seruan itu makin jelas terdengar ditelinga ini dan kembali lagi suara yang paling dalam menjawab secara otomatis “Ashadu anna Muhammadurasullah”, “(dan) aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah”. Mana, mana kembali lagi hati menanyakan diri ini mana buktinya Kalau kamu bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah sedangkan kamu saja masih duduk di depan televisi? Gubrak, tiba-tiba badan jalan meloncat karena sudah tidak kuat lagi menanggung malu dihadapan Allah Azzawajalla.

Langsung berlari ke kamar mandi mengambil wudhu memakai pakaian yang bersih semprot sana semprot sini berangkat untuk memenuhi panggilan Allah swt yang asbab muazin saja azan dikumandangkan sesungguhnya Allah jualah yang memanggil hamba-hambaNYA.

‘’Ya Allah, ampunkanlah diri ini yang selalu berbuat dzolim. Ya Allah, sesungguhnya hanya Engkau yang dapat menerima tobatku ini dan Sesungguhnya Engkau maha pengampun lagi maha penyayang’’.

"Ya Allah, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Allah perkenankanlah do’aku. Ya Allah tuhan yang maha pengasih lagi maha pengampun, ampunilah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (Hari Kiamt)’’

Ya Allah yang membolak-balikan hati ini, tetapkanlah hati ini untuk selalu mengingatMU tetapkanlah hati ini untuk selalu berzikir kepadaMU’’.

‘’Ya Allah dengarkanlah dan kabulkanlah permohonan dan doaku yang dzalim ini’’.

ketika ku bertemu dengan Engkauku merasakan hangatnya sentuhanMU
melayang bagaikan dunia tanpa batas
ku sendiri namun Kau ada

Ya Rabb aku datang dengan kedzoliman diri
Kau datang dengan rahmatMU

Ya Rabb aku datang dengan kenistaan
Kau datang dengan kasihsayangMU

Ketika kubersimpuh di depanMU
Kau peluk aku dengan asmaMU

berderai air mata ini berjatuhan dihadapanMU
terbuai jiwa ini di dekapanMU

ingin rasanya aku selalu bersamaMU
ku rela melepas jiwa ini demi cintaku kepadaMU

Rabbi izinkan aku untuk selalu dapat mencintaiMU dengan segala keterbelakangan diri ini


================

SUATU HARI...

Khalifah Harun Ar-Rasyid merasa kering jiwanya, gundah...
kemudian ia memanggil seorang ulama menghadapnya.

sang ulama pun datang kepadanya dan menghadap Khalifah Harun Ar-Rasyid

"Wahai syekh, sekarang saya merasa gundah, jiwa saya kering, apa yang menyebabkannya" , tanya Khalifah,

pelayan khalifah datang sambil membawa gelas yang berisi air untuk beliau berdua.

ketika khalifah hendak meminum air itu...

"Wahai khalifah, apa yang rasakan ketika suatu saat Anda akan sangat kehausan , dan berjuang ke sana kemari untuk meminum air, namun tidak ada air yang Anda dapatkan "
tanya ulama tersebut.

"Saya akan berjuang keras, mencari kemanapun untuk mencari air itu, bahkan saya akan menyerahkan sebagian harta saya untuk membeli segelas air ini...." jawab sang khalifah....

sang ulama pun geleng-geleng kepala...

kemudia ia bertanya kembali (setelah melihat khalifah meminum air itu)...
"Wahai khalifah, bagaimana bila air yang Anda minum itu tidak dapat dikeluarkan dari tubuh Anda (baca : (-b.a.k - buang air kecil) ?"

"Apalah artinya harta, anak, istri, kerajaan , dan kekuasaanku kalau aku tidak bisa mengeluarkan air ini dari tubuhku (-b.a.k-), maka akan aku keluarkan semua hartaku untuk membuat air keluar dair tubuhku (berobat, atau yang lain...-- pokoknya ikhtiar --)" jawab khalifah

kemudian sang ulama pun geleng-geleng kepala...
sang khaifah pun kemudian terdiam,
. . . . . . . . .
merenung . . .

kemudian ia menangis ... menangsi dengan sedih...sampai semalaman ia tak henti-hentinya mengeluarkan air matanya...

"Ya Allah, ampunilah dosaku...hamba ini telah sering melalaikan-Mu,

sungguh besar karunia-Mu, namun jiwa ini tiada pernah mensyukuri,

sungguh besar rahmat-Mu, namun jasad ini tak henti-hentinya bermaksiat kepada-Mu, ...

" beliau terus berdoa , bersimpuh, bermunajat pada Dzat Yang Maha Memiliki segalanya...
esoknya ... ia menyerahkan kekuasaan / kerajaannya kepada orang lain...
"Wahai Fulan, kuserahkan kerajaanku kepadamu, akan kugunakan sisa hidupku untuk mendekatkan diriku kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala"

Hikmah :

1. Mari kita renungkan nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepada kita, sudah terlalu
banyak, namun sampai sejauh mana kita mensyukurinya..

2. Bayangkan kalo ketika Anda membaca kisah ini, kemudian malaikat maut menjemputAnda
untuk dibawa menghadap-Nya, sudahkah kita siap??

3. Mata, lisan, telinga, kaki, tangan, bagaimana seandainya nikmat2 itudicabut satupersatu
oleh Dzat yang Maha Memberi

4. Apakah ketika kita minum, makan, belajar, bekerja (dan aktivitas2 lain), kita ingat bahwa
semua itu adalah pemberian Allah Subhanahu Wa Ta'ala??

5. Bagaimanakah cara kita mensyukuri nikmat2 yang telah dianugerahkan-Nya kpada kita??

dan masih banyak lagi...

marilah banyak2 kita merenungi dan memikirkan bagaimana ikhtiar kita untuk menjadi hamba yang senantiasa bersyukur ...
dan mengoptimalkan segala apa yang Ia karuniakan kepada kita sebabagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala ....

Wallahu A'lam bi shshowab...

===========================

Abu Yazid Al Busthami, pelopor sufi, pada suatu hari pernah didatangi seorang lelaki yang wajahnya kusam dan keningnya selalu berkerut.Dengan murung lelaki itu mengadu, "Tuan Guru, sepanjang hidup saya, rasanya tak pernah lepas saya beribadah kepada Allah. Orang lain sudah lelap, saya masih bermunajat. Isteri saya belum bangun, saya sudah mengaji. Saya juga bukan pemalas yang enggan mencari rezeki.

Tetapi mengapa saya selalu malang dan kehidupan saya penuh kesulitan?" Sang Guru menjawab sederhana, "Perbaiki penampilanmu dan rubahlah roman mukamu. Kau tahu, Rasulullah SAW adalah penduduk dunia yang miskin namun wajahnya tak pernah keruh dan selalu ceria. Sebab menurut Rasulullah SAW, salah satu tanda penghuni neraka ialah muka masam yang membuat orang curiga kepadanya." Lelaki itu tertunduk. Ia pun berjanji akan memperbaiki penampilannya.

Mulai hari itu, wajahnya senantiasa berseri. Setiap kesedihan diterima dengan sabar, tanpa mengeluh. Alhamdullilah sesudah itu ia tak pernah datang lagi untuk berkeluh kesah. Keserasian selalu dijaga. Sikapnya ramah, wajahnya senantiasa mengulum senyum bersahabat. Roman mukanya berseri. Tak heran jika Imam Hasan Al Basri berpendapat, awal keberhasilan suatu pekerjaan adalah roman muka yang ramah dan penuh senyum. Bahkan Rasulullah SAW menegaskan, senyum adalah sedekah paling murah tetapi paling besar pahalanya. Demikian pula seorang suami atau seorang isteri. Alangkah celakanya rumah tangga jika suami isteri selalu berwajah tegang. Begitu juga celakanya persahabatan sekiranya dikalangan mereka saling tidak berteguran. Sebab tak ada persoalan yang diselesaikan dengan mudah melalui kekeruhan dan ketegangan. Dalam hati yang tenang, pikiran yang dingin dan wajah cerah, Insya Allah, apapun persoalannya nescaya dapat diatasi. Inilah yang dinamakan keluarga sakinah, yang didalamnya penuh dengan cinta dan kasih sayang.

=====================

Jangan Ragu dengan Rezeki Allah

Oleh Sus Woyo

Saya mau pergi ke rumah orang tua saya. Waktu itu, anak saya yang
masih berumur lima tahun dan menjelang sekolah TK itu menangis
ingin ikut. Awalnya saya tidak berencana untuk membawa dia, namun
karena tangisnya tidak mau berhenti, akhirnya saya ajak juga.

Sebelum berangkat, dia saya beri janji. Agar selama perjalanan nanti
jangan jajan. Sebab saya sedang tidak punya uang. Saya hanya ada uang
untuk ongkos berangkat ke rumah orang tua saya saja. Selebihnya saya
tidak punya apa-apa.

Namun, yang namanya anak, walaupun sudah berjanji tidak jajan, begitu
melihat berbagai macam barang di pingiran terminal, keinginannya
mendadak bangkit. Pertama ia melihat berjejernya para pedagang pakaian.
Ia minta dibelikan kaos ala pemain bola dunia. Ia memaksa saya untuk
membeli kaos yang bertuliskan salah satu pemain sepak bola Inggris, Beckam.
Namun tidak saya kabulkan. Karena saya tidak punya uang untuk itu.

Dengan berbagai cara, ia saya hibur agar tidak minta kaos-kaos itu.
Ia segera saya bawa ke tempat di mana banyak berjejer delman.
Sebab dengan begitu ia akan lupa karena melihat banyak kuda di situ.
Namun sial, ternyata di kompleks itu juga ada pedagang buah yang
begitu menarik menata dagangannya. Ia minta dibelikan apel. Permintaan
itupun tidak saya kabulkan. Sekedar untuk menghibur dia, saya bisikan
kalimat padanya. "Sabar ya… nanti di rumah nenek ada apel."

Cepat-cepat saya bawa anak saya ke tempat bis jurusan daerah orang tua
saya. Ia segera saya ajak naik, dan duduk di depan sendiri, di samping sang
sopir. Ia agak terhibur, karena banyak berlalu lalang truk gandeng dan kendaraan
tangki pertamina yang besar-besar itu. Sebab ia sangat senang kalau melihat
kendaraan besar semacam itu.

Saya lega. Saya lebih tenang karena sudah tidak akan melewati pasar lagi.
Dengan demikian anak saya tidak akan minta jajan lagi. Saya duduk
sambil merangkul anak saya. Dia begitu nikmat melihat lalu lalangnya
kendaraan di depan kami. Ia sudah lupa dengan apa-apa yang ia minta
di sepanjang perjalaan tadi.

Sebenarnya saya juga merasa kasihan. Seandainya saya punya uang
cukup, tentu saya tidak akan berbuat sekejam itu. Tentu saya akan menuruti
kehendaknya, walaupun mungkin tidak semua saya turuti. Orang tua mana
sih yang tidak ingin memberikan sesuatu kepada anaknya?

Sedang asyik-asyiknya, kami menikmati berbagai macam kendaraan di
depan bis yang kami tumpangi, tiba-tiba seorang ibu naik dan duduk persis
di sebelah saya. Sebuah keranjang kecil berisi berbagai macam barang dari
pasar ada dalam keranjang tersebut.

Kami saling berbasa-basi. Ternyata ia satu jurusan dengan saya. Beberapa
menit sebelum bis jalan, perempuan itu menyodorkan tiga buah apel kepada
anak saya. Saya kaget. Seolah perempuan itu tahu bahwa anak saya sedang
menginginkan apel. Anak saya langsung memakannya dengan lahap. Saya
melihat nikmatnya anak saya makan apel itu dengan linangan air mata.
Saya tak bisa membelikan buah itu, tapi Allah tahu tentang keinginan anak
saya. Sehingga lewat perempuan itu dia dapat menikmati apel. Betul-betul
tidak saya sangka sebelumnya. Betul-betul di luar jangkauan nalar saya.

Sampai di rumah orang tua, saya lebih kaget lagi. Saya sama sekali tidak
membayangkan saudara-saudara saya akan berkerumun menemui saya. Dan
mereka seolah berlomba memberikan uang kepada anak saya. Sampai nenek
saya yang seharusnya saya beri uang justru memberikan rupiah kepada anak
saya. Seolah mereka tahu bahwa kami sedang tidak mempunyai uang. Seolah
mereka tahu bahwa saya ada dalam keadaan sangat kesulitan dalam hal keuangan.

Sepulang dari rumah bapak ibu saya, saku celana dan baju anak saya tak ada
yang kosong dari lembaran-lembaran uang. Ahirnya uang itu bisa dipergunakan
anak saya untuk membeli baju bola yang sejak lama ia inginkan. Bisa membeli
buah apel dan bakso di pasar. Dan yang lebih mengharukan adalah bisa
membantu saya untuk mengisi arisan di lingkungan RT saya.

Sambil melihat anak saya menikmati semangkok bakso, saya hanya bisa
bergumam, bahwa rizki Allah datang selalu tak terduga. Walaupun saya
sedang tidak punya usaha, karena sedang mengalami kebangkrutan, tapi
Allah tetap menyodorkan rizki kepada kami.

Sebuah keyakinan tentang ke-maha besar-an Allah, ahirnya tumbuh kembali.
Puing-puing kesusahan hidup dan keraguan tentang rizki Allah semakin
terpendam. Apalagi kalau mengingat firman Allah, - Dan tak ada suatu
binatang melatapun di muka bumi ini melainka Allah lah yang memberi
rezekinya-, maka keraguan itu makin tidak ada. Sayang seribu sayang,
hamba yang kecil ini masih begitu gampang dan mudah dihinggapi rasa ketakutan tidak kebagian rizki.

===========================================

’Ali ra Memimpin Perang Sebagai Contoh Mulia

Sang Nabi Suci Rasulallah lalu berkata kepada ’Ali ra, “Wahai putra pamanku, wahai ’Ali ra! Aku sangat menyadari betapa sakitnya matamu. Walau demikian, bila aku mencium matamu yang menyaksikan kebenaran, maka semua rasa sakitmu akan hilang, Insya Allah. Karena ini adalah hari penting untuk bertugas.”

Demikianlah, segera setelah Sang Nabi Rasulallah menyentuhkan bibir penuh berkah beliau ke mata ’Ali ra -yang melihat dengan penampakan Kebenaran- semua sakit hilang segera hilang. Kemudian Sang Nabi Rasulallah berdo’a untuk ‘Ali ra dan menyandangkan pakaian zirah beliau serta menopangkan pedangnya sendiri kepada ‘Ali ra. Sang Nabi Rasulallah memberikan panji Islam dan berkata, “’Ali ra! Allah swt telah memutuskan jatuhnya benteng ini akan diraih oleh tanganmu!”

Kemudian beliau mencium kening ‘Ali ra dan berdo’a dengan kalimat berikut “Udkhul ‘ala barakati-llah!” (Masuklah ke keberkahan dari Allah). Setelahnya, ‘Ali ra dinobatkan sebagai komandan pasukan dan dikirim ke benteng Qamus. ‘Ali ra bergerak maju ke pintu-pintu gerbang Qamus.

Sementara itu kaum kafir untuk menunjukkan bahwa moral mereka tidak tergoyahkan meski pun mendapat serangan hebat dari pasukan Muslim, mempersiapkan pernikahan salah satu putri kepala suku mereka dengan putra dari bangsawan lainnya. Mempelai pria mendekati mempelai wanita sebagaimana adat istiadat mereka, membawa sebuah nampan berisi permata ditangan yang satu dan sebuah nampan berisi emas ditangan lainnya, sebagai syarat agar sang mempelai wanita memberi izin untuk membuka cadar. Walau demikian, mempelai wanita dengan keras menolak seraya berkata, “Tidak akan kutampakkan wajahku kepadamu karena batu-batuan atau bongkahan emas! Dia yang ingin melihat wajahku harus membawa ke hadapanku orang Arab kasar yang berbaris dan berusaha meruntuhkan benteng kita!”

Kata-kata ini membangkitkan ambisi yang menyala-nyala di hati anak muda ini. Dia berdiri, menyelempangkan pedangnya dan lari menantang mereka yang berada diluar gerbang. Sudah merupakan kebiasaan pada saat itu kalau 2 pihak yang bertikai pertama kali adalah terlibat dalam tukar menukar kata sebelum bentrokan senjata. Karena itu, anak muda itu mulai memuji-muji setinggi langit kebaikan dan posisinya di antara bangsawan Khaibar. ‘Ali ra memberi jawaban seperlunya, lalu dia berkata, “Jangan banyak kata! Pengantin wanita dan kaummu menunggumu seperti halnya Sang Nabi Suci Rasulallah dan para sahabatku menunggu kedatanganku! Mari kita mulai unjuk kemahiran dalam bertarung!”

Segera anak muda ini melompat ke punggung kudanya. Para penonton dari atap dinding benteng mulai bersorak-sorai. Mereka yang mendengar pidato ‘Ali ra dan mengenali siapa dia sebenarnya, memekik, “Khaibar kalah!” sementara kaum Muslim menyemangati dan melantunkan Takbir dengan lantang.

Kemudian ‘Ali ra berkata kepada musuhnya, “Aku akan memberimu hadiah lain. Karena kau baru saja terpisah dari kekasihmu, aku membiar kau hak untuk menyerang lebih dahulu.” Karena melalui penglihatan kewalian, ‘Ali ra memandang sekilas mengenai hasil dari kontes ini. Jadi, putra kepala suku Khaibar menyerang lebih dulu, tapi hanya menyentuh ujung tameng ‘Ali ra yang tidak menyentuh sedikitpun sepupu Sang Nabi Rasulallah. Kini giliran ‘Ali ra menyerang. Dengan sekali tebas, dia jatuhkan musuhnya ke tanah, lutut ‘Ali ra menjejak bahu anak muda itu. ‘Ali ra akan memisahkan kepala dari badannya dengan pedang Sang Nabi Rasulallah, ketika anak muda yang masih belum kehilangan semangat tempurnya itu meludahi wajah ‘Ali ra. Segera ‘Ali ra menarik pedang dari leher anak muda itu dan berkata, “Bangkitlah!” Si musuh pun bangkit, tercengang-cengang. Dia tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya dan bertanya kepada ’Ali ra, “Apa maksudnya ini? Kau selamatkan jiwaku saat bisa punya kesempatan terbaik untuk menghabisiku, kau mengasihaniku dengan menarik pedang pada saat kau hendak memisahkan kepala dari badanku??”

Ali ra kemudian menjelaskan dengan cara khusus yang diberikan kepadanya, “Kami memerangi musuh kami atas nama Allah swt dan Rasulullah, Nabi Suci-Nya Rasulallah. Kami bahkan tidak menyentuh sehelai pun rambut musuh karena perintah hawa nafsu. Ketika kau meludahi wajahku saat aku akan memisahkan kepalamu, nafs (hawa nafsu) menyerangku. Lalu aku berpikir, ini tidak akan terjadi, ini tidak pantas bagi kehormatanku kalau aku harus membunuh seseorang sebagian karena Allah swt dan sebagian lagi karena hawa nafsuku sendiri, maka ini menodai kehormatanku. Karena itulah kutarik tanganku. Aku adalah seseorang yang dituntun oleh tangan Muhammad Rasulallah yang diutus membimbing ummat manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya. Beliau bahkan melebarkan tangan rahmat beliau kepada musuhnya. Dijalan kami, tidak dibenarkan mengikuti perintah dari hawa nafsu, hal tersebut terlarang bagi kami. Oleh karena itu, mari kita bertarung lagi.”

Putra sang kepala suku ini terkejut oleh ucapan ’Ali ra dan perasaan sungkan yang mendalam terhadap musuhnya ini yang kian menyusut bahkan ketika menghadapi kematian. Dia mulai mempertimbangkan ucapan ’Ali ra dengan sungguh-sungguh. ’Ali ra telah berbicara langsung ke dalam jiwa dan dirinya mulai terpengaruh sepenuhnya. Ucapan ini sudah mengendalikan nafsnya, yang memerintah untuk memenggal leher lawannya tapi sebagai ganti dia malah menerima kemurahan hatinya. Si pemuda berpikir bahwa kebaikan hati dan kekuatan karakter yang tidak digunakan untuk mengikuti hawa nafsu membunuh, mestilah lebih berharga dari 100 orang pengantin wanita, 100 ekor binatang ternak dan berkotak-kotak permata yang tidak terhitung.

Nasib ciptaan itu terletak di antara 2 buah jari Murka dan Rahmat. Ini adalah salah satu contoh lain betapa gigihnya seorang musuh kejam yang diselamatkan dari manifestasi Murka-Nya dan sebaliknya mencapai Rahmat-Nya.

Anak muda ini lalu berkata kepada ‘Ali ra, “Setelah kau memperlihatkan kepadaku jalan ke derajat tinggi kebaikan yang diam-diam kau ketahui, aku mohon padamu untuk menjatuhkan ganjaran hukuman atas kelancanganku. Terimalah aku dalam rengkuhan Islam, biarkan aku bersaksi keimananku dalam Islam di hadapan Sang Nabi Muhammad Rasulallah, lalu kau dapat membunuhku. Alasan mengapa aku menginginkan kematian adalah aku takut jika orang-orang berpikir kalau aku menerima Islam karena takut menghadapi adu laga kedua.”

Mendengar jawaban ini, ‘Ali ra berteriak lantang mengucap Takbir dan berkata, “Pada akhirnya, setiap orang akan bertemu dengan Pencipta-Nya; Allah swt mengetahui dan menghormati keimanan dan kesadaran kita masing-masing, seluruh rahasia dan pikiran terdalamnya. Kita tidak ikut campur dengan Allah swt. Karena kau menyatakan keinginan menjadi Muslim, maka kini kita bersaudara dan ambillah hikmah dari kata-kata suci Al Qur’an.”

Pemuda itu lalu menangis dan mengikuti Sayyidina ‘Ali ra, serta mengumumkan keimanannya dengan mengucapkan kalimat syahadat dengan nyaring, “Asyhadu alla ilaaha illAllah, wa asyhadu anna Muhammad-ar- Rasulullah.”

========================
KESAKSIAN SELEMBAR BULU MATA...

Diceritakan di Hari Pembalasan kelak,

Ada seorang hamba Allah sedang diadili. Ia dituduh bersalah, menyia-nyiakan umurnya di dunia untuk berbuat maksiat. Tetapi ia berkeras membantah. "Tidak. Demi langit dan bumi sungguh tidak benar. Saya tidak melakukan semua itu".

"Tetapi saksi-saksi mengatakan engkau betul-betul telah menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam dosa," jawab malaikat. Orang itu menoleh ke kiri dan ke kanan, lalu ke segenap penjuru. Tetapi anehnya, ia tidak menjumpai seorang saksi pun yg sedang berdiri. Di situ hanya ada dia sendirian. Makanya ia pun menyanggah, "Manakah saksi-saksi yang kau maksudkan? Di sini tidak ada siapa kecuali aku dan suaramu." "Inilah saksi-saksi itu," ujar malaikat. Tiba-tiba mata angkat bicara, "Saya yang memandangi." Disusul oleh telinga, "Saya yg mendengarkan." Hidung pun tidak ketinggalan, "Saya yang mencium." Bibir mengaku, "Saya yang merayu." Lidah menambah, "Saya yang mengisap." Tangan meneruskan, "Saya yang meraba dan meremas." Kaki menyusul, "Saya yang dipakai lari ketika ketahuan." "Nah kalau kubiarkan, seluruh anggota tubuhmu akan memberikan kesaksian tentang perbuatan aibmu itu, ucap malaikat.

Orang tersebut tidak dapat membuka sanggahannya lagi. Ia putus asa dan amat berduka, sebab sebentar lagi bakal dijebloskan ke dalam jahanam. Padahal, rasa-rasanya ia telah terbebas dari tuduhan dosa itu. Tatkala ia sedang dilanda kesedihan itu, sekonyong-konyong terdengar suara yang amat lembut dari selembar bulu matanya: "Saya pun ingin juga mengangkat sumpah sebagai saksi." "Silakan", kata malaikat. "Terus terang saja, menjelang ajalnya, pada suatu tengah malam yg lengang, aku pernah dibasahinya dengan air mata ketika ia sedang menangis menyesali perbuatan buruknya. Bukankah nabinya pernah berjanji, bahwa apabila ada seorang hamba kemudian bertobat, walaupun selembar bulu matanya saja yang terbasahi air matanya, namun sudah diharamkan dirinya dari ancaman api neraka

Maka saya, selembar bulu matanya, berani tampil sebagai saksi bahwa ia telah melakukan tobat sampai membasahi saya dengan air mata penyesalan." Dengan kesaksian selembar bulu mata itu, orang tersebut di bebaskan dari neraka dan diantarkan ke syurga. Sampai terdengar suara bergaung kepada para penghuni syurga:

"Lihatlah, Hamba Tuhan ini masuk syurga karena pertolongan selembar bulu mata."

=========================

MENINGGALKAN SUAP MENYUAP, PINTU REZEKI JADI TERBUKA

Written by Ummu Raihanah

Ada seorang kawan bercerita tentang seorang pedagang di Saudi Arabia. Pada awal dia meniti karir dalam bisnis dulunya dia bekerja disebuah pelabuhan di negeri ini. Semua barang-barang perniagaan yang akan masuk harus melalui dia dan mendapatkan tanda tangannya. Dia tidak suka kepada orang yang main kolusi dan suap menyuap. Tetapi dia tahu bahwa atasannya senang mengambil uang suap. Sampai akhirnya teman kita yang satu ini didatangi oleh orang yang memberitahukanya agar tidak terlalu keras dan mau menerima apa yang diberikan oleh penyuap untuk mempermudah urusannya.

Setelah mendengar perkataan tersebut, dia gemetar dan merasa takut. Lalu keluar dari kantornya, sementara kesedihan, penyesalan dan keraguan terasa mencekik lehernya. Hari-hari mulai berjalan lagi, dan para penyuap itu datang kepadanya. Yang ini mengatakan, ''Ini adalah hadiah dari perusahaan kami'' Yang satu lagi bilang, ''Barang ini adalah tanda terimakasih kami atas jerih payah anda''. Dan dia selalu mampu mengembalikan dan menolak semuanya. Tetapi sampai kapan kondisi ini akan tetap berlangsung?! Dia khawatir suatu waktu mentalnya akan lemah dan akhirnya mau menerima harta haram tersebut. Dia berada diantara dua pilihan; meninggalkan jabatannya dan gajinya atau dia harus melanggar hukum-hukum Allah Subhanahu Wata'ala dan mau menerima suap. Karena hatinya masih bersih dan masih bisa meresapi firman Allah Subahanahu Wata'ala:

''Dan, siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menjadikan untuknya jalan keluar dan akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya'' (At-Thalaq: 2-3)

Akhirnya dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Dia berkata, ''Tak lama setelah itu Allah mengkaruniakan untukku kapal kargo yang kecil. Akupun memulai bisnisku, mengangkut barang-barang. Lalu Allah mengkaruniakan kapal kargo yang lain lagi. Sebagian pedagang mulai memintaku untuk mengangkut barang-barang perniagaan mereka karena aku memang sangat hati-hati, seolah-olah barang itu milikku sendiri.

Diantara kejadian yang menimpaku adalah sebuah kapal kargoku menabrak karang dan pecah. Penyebabnya adalah karena sang nakhoda tertidur. Dia meminta maaf. Tanpa keberatan aku memaafkannya. Maka merasa heranlah seorang polisi lalu lintas laut karena aku begitu mudah memaafkan orang. Dia berusaha berkenalan denganku. Setelah berlangsung beberapa tahun, dia -polisi itu- bertambah tinggi jabatannya. Saat itu datang barang-barang perniagaan dalam jumlah besar. Dia tidak mau orang lain, dia memilihku untuk mengangkut barang-barang tersebut tanpa tawar menawar lagi.

Pembaca yang budiman, lihatlah bagaimana pintu-pintu rizki terbuka untuknya. Sekarang dia telah menadi saudagar besar. Kepedulian sosial dan santunannya bagi orang-orang miskin begitu besar. Begitulah barang siapa meninggalkan suatu perbuatan dengan ikhlas karena Allah niscaya Allah akan mengganti dengan yang lebih baik.

Semoga kisah nyata diatas dapat diambil hikmahnya dan sebagai pemacu semangat kita agar hati kita tidak was-was dan ragu-ragu lagi untuk segera kembali kepada Allah karena hanya dengan kembali kepada-Nya maka kita akan mendapatkan lindungan dan curahan rahmat-Nya.amiin.

==========================
KERJA HANYA SELINGAN
Oleh : Abang Eddy Adriansyah**

"Kerja itu cuma selingan, Ndra. Untuk menunggu waktu shalat..."

Ketika Pak Heru, atasan saya, memerintahkan untuk mencari klien yang bergerak di bidang interior, seketika pikiran saya sampai kepada Pak Azis. Meskipun hati masih meraba-raba, apa mungkin Pak Azis mampu membuat kios internet, dalam bentuk serupa dengan anjungan tunai mandiri dan dari kayu pula, dengan segera saya menuju ke bengkel workshop Pak Azis.

Setelah beberapa kali keliru masuk jalan, akhirnya saya menemukan bengkel Pak Azis, yang kini ternyata sudah didampingi sebuah masjid. Bengkelnya masih rumah kayu, masih seluas dulu, ketika pertama kali saya berkunjung ke sana. Pak Azispun tampak awet muda, sama seperti dulu. Masih dengan sigaret kreteknya, masih langsing dan tampak sehat, hanya pakaiannya yang sedikit berubah. Kali ini dia selalu memakai kopiah putih. Rautnya cerah, fresh, memancarkan kesan tenang dan lebih santai. Beungeut wudhu-an ( wajah sering wudhu), kata orang sunda. Selalu bercahaya.

Karena lama tidak bertemu, sebelum sampai ke pokok permasalahan, kami berbincang-bincang cukup lama. Dalam rentang tujuh tahun, ternyata banyak sekali proyek yang sudah Pak Azis kerjakan, bahkan kerja arsitekpun, yang sedikit berbeda dari bidang keahlian yang digelutinya tujuh tahun lalu, pernah juga ia garap. Salah satu merek pakaian muslim kenamaan, memercayakan pembangunan dan interior ruangan butiknya di seluruh kota besar Indonesia, kepada Pak Azis. Ornamen kayu di kubah Masjid Raya propinsi-pun merupakan buah karyanya. Yang agak surprise, ternyata Pak Azis juga yang menangani furniture dan interior untuk acara pengajian Ramadhan sebuah televisi swasta, yang menghadirkan seorang ulama kenamaan. Muncul pertanyaan di benak saya : karena kerap bersinggungan dengan kegiatan islamkah Pak Azis bisa tampak begitu tenang dan awet muda ?

Hidayah Allah ternyata telah sampai sedari lama, jauh sebelum Pak Azis berkecimpung dalam berbagai dinamika kegiatan Islam. Hidayah itu bermula dari peristiwa angin puting-beliung, yang tiba-tiba menyapu seluruh atap bengkel workshop-nya, pada suatu malam kira-kira lima tahun silam. "Atap rumah saya sampai tak tersisa satupun. Terbuka semua." cerita Pak Azis. "Padahal nggak ada hujan, nggak ada tanda-tanda bakal ada angin besar. Angin berpusar itupun cuma sebentar saja."

Batin Pak Azis bergolak setelah peristiwa itu. Walau uang dan pekerjaan masih terus mengalir kepadanya, Pak Azis tetap merasa gundah, gelisah, selalu tidak tenang. "Seperti orang patah hati, Ndra. Makan tidak enak, tidur juga susah, pokoknya persis seperti putus cinta."cerita Pak Azis lagi.

Lama-kelamaan Pak Azis menjadi tidak betah tinggal di rumah, merasa stres atas segala rutinitas pekerjaan, yang menurutnya seperti buang-buang waktu saja. Rutinitas kerja membuatnya selalu gugup, sehingga waktu terasa pendek, jadi sulit menikmati detik demi detiknya. Padahal, sebelum kejadian angin puting-beliung yang anehnya hanya mengenai bengkel workshop merangkap rumahnya saja, Pak Azis merasa hidupnya sudah sempurna. Dari desainer grafis dia bisa menjadi desainer interior, dari desainer interior dia bisa menjadi arsitek, dan dengan keserbabisaannya itu, berarti semua cita-citanya sudah berhasil dicapai. Pak Azis merasa puas dan bangga, karena menguasai banyak keahlian dan mempunyai penghasilan tinggi. Tapi setelah peristiwa angin puting-beliung itu, ketika kegelisahan kembali menghinggapi dirinya, Pak Azis kembali bertanya : apa sih yang kurang ?

"Seperti musafir atau walisongo, saya kemudian mendatangi masjid-masjid di malam hari. Semua masjid besar dan beberapa masjid di pelosok Bandung ini, sudah pernah saya inapi." Setahun lebih cara tersebut ia jalani, sampai kemudian akhirnya Pak Azis bisa tidur normal, bisa menikmati pekerjaan dan keseharian seperti sediakala.

"Bahkan lebih tenang dan santai daripada sebelumnya."

"Lebih tenang ? Memang Pak Azis dapet hikmah apa dari tidur di masjid itu ?"

"Di masjid itu 'kan tidak sekedar tidur, Ndra. Kalau ada shalat malam, kita dibangunkan, lalu pergi wudhu dan tahajjud. Sebab terbiasa, tahajjud juga jadi terasa enak. Malah nggak enak kalau tidak shalat malam, dan shalat-shalat wajib yang lima itu jadi kurang enaknya, kalau saya lalaikan. Begitu, Ndra."

"Sekarang tidak pernah terlambat atau bolong shalat-nya, Pak Azis ?"

"Alhamdulillah. Sekarang ini yang saya anggap utama itu adalah shalat. Jadi, saya dan temen-temen kerja itu cuma sekedar selingan saja."

"Selingan ?"

"Ya, selingan yang berguna. Untuk menunggu kewajiban shalat, Ndra."

Untuk beberapa lama saya terdiam, sampai kemudian adzan ashar mengalun jelas dari masjid samping rumah Pak Azis. Pak Azis mengajak saya untuk segera pergi mengambil air wudhu, dan saya lihat para pekerjanyapun sudah pada pergi ke samping rumah, menuju masjid. Bengkel workshop itu menjadi lengang seketika. Martil, pahat, diletakkan begitu saja disamping pekerjaan yang belum selesai atau rautan-rautan kayu. Sambil memandang seluruh ruangan bengkel, sambil berjalan menuju masjid di samping workshop, terus terngiang-ngiang di benak saya : "Kerja itu Cuma selingan, Ndra. Untuk menunggu waktu shalat..."

Sepulangnya dari tempat workshop, sambil memandang sibuknya lalu lintas di jalan raya, saya merenungi apa yang tadi dikatakan oleh Pak Azis. Sungguh trenyuh saya, bahwa setelah perenungan itu, saya merasa sebagai orang yang kerap berlaku sebaliknya. Ya, saya lebih sering menganggap shalat sebagai waktu rehat, cuma selingan, dan ada kecenderungan saya lebih mementingkan pekerjaan. Kadang-kadang waktu shalat dilalaikan sebab pekerjaan belum terselesaikan, atau rapat dengan klien dirasakan tanggung untuk diakhiri. Itulah penyebab dari kegersangan hidup saya selama ini. Saya lebih semangat dan habis-habisan berjuang meraih dunia, daripada mempersiapkan bekal terbaik untuk kehidupan kekal di akhirat nanti. Saya lupa, bahwa shalat adalah yang utama. Yang pertama diperiksa dalam pengadilan mahsyar, dimana nasib setiap anak manusia ditentukan pahit dan manisnya.

*Seperti Dituturkan Oleh Hendrayana
**Pemimpin Redaksi CyberMQ

Sumber Tulisan : internet...

Tidak ada komentar:

Tinggalkan komentar anda :

 
AddMe - Search Engine Optimization